Lahan Luas di Likupang Timur Diduduki dan Dikelola Pihak Lain, Ahli Waris Wellem Mantiri Tempuh Jalur Hukum

Vitha Olivia Diets (Foto: dok P)

Likupang, megamanado.com-Ahli waris Wellem Mantiri, Vitha Olivia Diets akhirnya menempuh jalur hukum terkait pendudukan dan pengelolaan lahan ribuan hektar di Likupang Timur (Liktim), Minahasa Utara (Minut). Langkah ini ditempuh Vitha demi mendapatkan keadilan.

“Pendudukan dan pengelolaan lahan orang tua kami dengan cara melawan hukum itu tidak benar. Kami tidak pernah menerima  atau diberikan kompensasi atau ganti rugi sebagai pemilik lahan sebagaimana  ketentuan atau peraturan yang berlaku,” kata Vitha kepada wartawan Selasa (2/3/2021).

Read More

Ia menyebut sudah melaporkan kasus ini ke Polda Sulut dan sudah terigistrasi dengan nomor LP/699/X/2019/SULUT/SPKT, tertanggal 23 Oktober 2019.  Saat ini telah masuk dalam tahapan penyidikandengan nomor SP.Sidik/51/IV/2020/Ditreskrimum. “Kasus ini sementara bergulir,” ucapnya.

Vitha Olivia diketahui ahli waris almarhum Wellem Mantiri. Wellem sendiri adalah satu dari empat anak Lemuel Estefanus Mantiri. Tiga anak lainnya adalah Louis Mantiri, Christina Mantiri dan Louisa Mantiri,

Pada 11 September 1933 lalu, Lemuel sudah membagikan warisan obyek tanah kepada empat anaknya. Wellem juga mendapat bagian, salah satunya objek tanah yang teregister dalam buku tanah pada (dahulu) Kantor Desa Likupang Satu, (sekarang) yang masuk dalam administrasi pemerintahan Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara. Tanah itu terletak di Desa Wineru, Desa Maen, Desa Winuri dan Desa Marinsow. 

“Tanah warisan atau budel dari orang tua kami itu tidak dan belum pernah beralih kepemilikan.Pun belum pernah mendapatkan kompensasi ganti rugi kepada dan atas sepengetahuan ahli waris atau penerima kuasa,” ucap Vitha.

Tapi saat ini, tanah itu sudah diduduki dan dikelola pihak lain. Siapa saja? Vita menyebut PT Perusahaan Listrin Negara  (Persero) dalam hal ini Unit Induk Pembangunan Sulawesi Bagian Utara / Unit Pelaksana Proyek Pembangkit dan Jaringan Sulawesi Utara, berkaitan dengan pengadaan lahan/tanah untuk pembangunan gedung dan jalan.

Pembangunan itu menurut dia meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG), Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), Pembangunan Gardu Induk 150 kv, Acces Road PLTMG Peaker 150 MW  dan tapak tower.

“Bahwa terhadap objek tanah tersebut yang dijadikan proyek pembangunan PT. PLN (Persro) merupakan satu hamparan berdasarkan Register 340 Folio 82, yang kami pernah mengukur sebagian dari luas keseluruhan register tersebut yaitu ± 260 hektar, sebagian sekitar luas ±72 hektar dan dari luas pengukuran ±72 hektar tersebut telah terbit sejumlah  Sertipikat Hak Milik atau SHM,” Vitha menjelaskan.

Sesuai data yang diterimanya, anggaran keuangan negara dalam kompensasi pembebasan lahan/tanah tersebut diperkirakan berjumlah ±Rp. 67.000.000.000,- (enam puluh tujuh miliar rupiah), yang sebagian telah dibayarkan sekitar ±Rp. 34.000.000.000,- (tiga puluh empat miliar rupiah) meliputi pembebasan lahan/tanah diperuntukan untuk pembangunan PLTS tahap I sebesar ±Rp. 30.000.000.000 (tiga puluh miliar rupiah) kepada PT Infrastuktur Terbarukan Lestari,

Selanjutnya pembebasan lahan pembangunan gardu induk 150 kv sebesar ±Rp. 4.486.015.000,- (empat miliar empat ratus delapan puluh enam juta lima ratus juta rupiah) kepada Herman Luntungan dan PT. PT Infrastruktur Terbarukan Lestari berdasarkan persetujuan/perintah Tim Panitia Pembebasan Lahan. “Sebagian sesuai informasi yaitu ±Rp. 32.000.000.000,- (tiga puluh dua miliar rupiah), untuk pembebasan lahan tahap II PLTS dan Acces Road PLTMG Minahasa Peaker 150 MW masih di konsyinasi/titip di Pengadilan Negeri Airmadidi berjumlah Rp. 2.226.164.000,” ujarnya.

Pihak lain yang ikut menduduki dan mengelola salah satu obyek tanah miliknya adalah PT. ASA Enginering Pertama. Oleh PT ASA sebagian objek tanah tersebut dijual lagi kepada pihak PT Manado Korind Paradise / Hotel Paradise Golf & Resort.  kemudian ada PT Perkebunan Nusantara XIV Unit Minahasa Halmahera, berdasarkan HGU No. 9/HGU/BPN/1990 seluas 1.440 Hektar  yang telah berahkir masa berlakunya sejak tanggal 31 Desember 2015. “Obyek tanah ini sesuai register 211 Folio 65   terletak di Desa Maen dan  Desa Marinsow,” Vitha menegaskan.

Hingga saat ini, Vitha belum pernah menerima kompensasi atau ganti rugi terhadap obyek tanah sebagaimana yang dimaksuud dalam HGU No.9/HGU/BPN/1990 tersebut sesuai undang-undang atau peraturan berlaku terkait status tanah pasini yang beralih menjadi status tanah Negara. “Hal tersebut dikuatkan dengan data yang ada pada BPN Sulut. Bahwa terhadap objek tanah tersebut juga masuk dalam program pemerintah pusat menjadi salah satu dari lima destinasi wisata super prioritas di Indonesia dan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)  yang dicanangkan langsung Presiden Jokowi,” kata wanita karier yang kini menetap di Manado ini. (*/red)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *