Merasa Dirugikan, Rio Malingkas Beberkan Dugaan Pemalsuan dan Penggelapan Dokumen PT SKPC

MINUT, MEGAMANADO — Dalam satu perusahaan besar dugaan penipuan, penggelapan serta pemalsuan Dokumen itu sudah tidak menjadi hal yang lazim karena sudah sering bahkan selalu terjadi dihampir setiap perusahaan (PT).

Hal seperti ini terjadi pada Perusahaan milik Keluarga PT.STATIKA KENSA PRIMA CITRA (Alm.Frits Malingkas) yang diduga dokumen-dokumen Perusahhaan sudah di palsukan dan diambil alih oleh salah satu pemegang saham MM (Maxi).

RM alias Rio yang adalah Komisaris Utama PT.SKPC yang bergerak di bidang pengembangan Perumahan di Kota Manado ini merasa di rugikan oleh MM (Maxi) yang tidak lain adalah salah saru pemilim saham Perusahaan tersebut.

Merasa punya hak dalam perusahaan, sebagai Komisaris Utama, RM datangi Perumahan Elit Green Hills yang terletak perbatasan antara Kota Manado dan Kabupaten Minahasa Utara, lebih tepatnya di Desa Maumbi Kecamatan Kalawat.

Menurut Rio, Perusahaan yang didirikan mendiang ayahnya (orang tua Rio) sejak tahun 1995, diduga telah di ambil alih oleh MM alias Maxi yang merupakan Direktur Utama perusahaan keluarga tersebut.

“Orang tua saya bikin perusahaan pengembang perumahan tahun 95, memang papa saya pengembang di sini. Bikin beberapa perumahan di Manado. Karena dia lihat masa tua, dia bikin perusahaan keluarga. Papa saya sebagai pemegang saham dan pendiri perusahaan mengangkat kakak nya bernama Lis (LM) menjadi direktur, berdasarkan akta notaris,” tukas Rio, Senin (26/8/19) kemarin.

Seiring berjalannya waktu, dan sudah lanjut usia bahkan aday ang sudah menghadap Sang Maha Kuasa, Rio mengungkapkan, tahun 2002 perusahaan dialihkan kepada anak-anak.

“Orang tua kan sudah tua semua, tahun 2002 perusahaan dialihkan kepada anak-anak. Secara simbolis, direktur utama turun kepada anaknya bernama Maxi (MM) dan dari papa saya, turun ke saya sebagai komisaris utama,” ungkap Rio.

Rio menuturkan, berdasarkan dari Akta pendirian Perusahaan 2002 inilah, Direktur Utama sebagai pengelola perusahaan, diberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada Maxi untuk mencari investor.

“Dia dapat investor dari Jakarta dan segala macam. Dapat investor itu, tiba-tiba sudah di panggil, digandenglah investor kotor ini, mereka ke notaris, mereka terbitkan akta 567. Tapi, mereka terbitkan semuanya sudah berpindah ke orang lain tanpa sesuai anggaran dasar yang ada. Jadi, nama-namanya sudah lain semua. Nah, kalau di akta pendirian perusahaan pada saya, itu ada lembaran negara, terdaftar di Menkumham,” tutur Rio.

Rio mengatakan , “Dengan berjalannya waktu Perushaan diambil alih pada Tahun 2006 dengan  membuat perubahan  Akta Perusahaan No.567 tanpa ada tanda tangan dari komisaris Utama sebagai pemilik perusahaan. Dan Akta tersebut belum terdaftar di KemenKumHam. Pada saat itu juga sudah ada laporan Pidana di Polda Sulut. Pada intinya apa yang mereka lakulan sudah tidak sesuai dengan Anggaran Dasar. Semua sudah tidak sesuai dan itu di rubah oleh orang-orang mereka (Maxi-Red). Karan kitakan tidak ada dan seolah-olah ada dibikin,” Ujarnya.

Sebagaimana diketahui dalam Undang-Undang Perusahaan, apabila ada perubahan dan atau penambahan harus didaftarkan ke KemenKumHam, apa lagi perubahan Anggaran Dasar.

“Jadi, tahun 2006, ini kayak money laundry (Pencucian Uang) aja, iya kan. Mereka cuma pancing sedikit uang, untuk Pembuatan Akta Notaris, dan sertifikat atas nama Perusahaan mereka masukkan ke bank nah dari Bank Keluarkan pinjaman untuk membangun. Dari tahun 2006-2010 Akta tersebut tidak didaftarkan ke KemenKumHam (No. Akta 567). Nanti setelah ada peraturan mengenai Undang-Undang Perusahaan pada Tahun 2007 yang mana semua Peeusahaan harus didaftarkan di KemenKumHam, barulah didaftarkan ke kemenKumHam pada tahun 2010. Berdasarkan ini saja sudah ada penyelewengan saham dan lain-lain,” Tegasnya.

Rio menjelaskan, mereka mengambil kesempatan pada 1saat UU Perusahaan diSahkan pada 2007 dan langsung mendaftakan Perusahaan mereka pada tahun 2010, dari sini saja sudah jelas bahwa di dalam perusahaan tersebut memiliki kasus Pidana Murni.

“Mereka ambil kesempatan di situ. Yang buat Akta awal No.567 adalah Notaris Agustina dan tidak di daftarkan. Dia tidak  mau mendaftarkan kembali karena dia tau memang gak didaftarkan dari awal. Kan, cuma butuh waktu sebulan. Jadi, Agustina gak mau mendaftarkan kembali. Jadi dia (Maxi, red) mencari celah bagaimana agar akta 567 ini bisa terbit putusan dari Kemenkumham. Pada tahun 2010 itulah, mereka mencari notaris yang bisa mengeluarkan dan mendaftarkan ke KemenKumHam, dengan kata lain mereka mengganti Notaris awal dengan Notaris Eddy Boham, baru bisa terdaftar ke Kemenkumham tahun 2010. Harusnya, notaris yang menerbitkan Akta 567 ini yang mendaftarkan, bukan notaris yang lain. Jadi intinya begitu,” jelas Rio.

Sementara itu, MM alias Maxi direktur utama yang diduga mengambil alih perusahaan milik dari keluarga RM, ketika di konfirmasi awak media, mengatakan sebagai orang awam (wartawan, red), susah untuk dirinya menjelaskan karena ceritanya cukup panjang.

“Ceritanya panjang. Bapak kan (wartawan, red) orang awam, jadi kalau saya mau cerita, susah. Karena, ceritanya panjang. Kalau mau apa-apa juga, susah, dia (Rio, red) tidak punya saham. Di akta lama kan papanya yang ada saham. Di akta baru dan lama, dia kan nda punya saham,” kata Maxi.

Ketika ditanya apakah nama orang tua Rio yang adalah komisaris utama (pemilik perusahaan) disertai dalam Akta baru, Maxi menjawab bahwa saham sudah di jual.

“Udah gak. Kan sudah di jual sahamnya. Ceritanya panjang. Dulu kan baik-baik saja. Tapi, setelah komunikasi kurang. Kalau memang itu, pengadilan saja. Kalau pengadilan bilang, dia punya, ya ambil saja. Ini kan sudah Bukit Hijau, PT nya sudah lain. Dulu kan cuma 3,3 hektar. Sekarang kita sudah 15 hektar. Pemilik saham kan ada berapa, kita kan cuma minoritas di sini,” tutur Maxi singkat.

(FDS)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *