Ratatotok, megamanado– Permohonan RKAB Operasi Produksi PT Hakian Wellem Rumansi (HWR) untuk tahun 2024-2026 ditolak atau tidak disetujui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Penolakan itu sudah dituangkan dalam SK dengan nomor: T-59 MB.04/DJB.N/2025.
SK Kementerian itu diikuti dengan rekomendasi pemberhentian oprasional PT HWR dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Minahasa Tenggara (Mitra). DPRD Mitra mengeluarkan rekomendasi dalam hearing dengan PT HWR di ruangan Paripurna Legislatif Soekarno Hall, Senin (14/4/2025).

Sayangnya SK Kementerian ESDM dan rekomendasi Dewan Mitra terus diabaikan oleh perusahaan yang melakukan kegiatan penambangan di area perkebunan Pasolo, Ratototok tersebut. Kondisi ini membuat Ketua DPRD Mitra Sophia Antou berang .
“Perusahaan ini sudah lama beroperasi, tetapi sampai sekarang tidak ada kontribusi yang diberikan untuk daerah, bahkan pajak pun tidak dibayar,” kata Sophia seperti dilansir dari Tribunnews.Com.
Ia menekankan akan pentingnya akuntabilitas perusahaan tambang dalam menjalankan kewajiban sosial dan fiskal mereka, terutama di daerah tempat beroperasi.“Kita mendukung investasi, tetapi bukan berarti menutup mata jika ada perusahaan yang hanya mengeruk sumber daya tanpa memberikan manfaat bagi masyarakat,” Sophia menegaskan.
Ia pun meminta agar PT HWR segera ditutup dan keluar dari Kabupaten Mitra. “PT HWR hanya hanya menginginkan hasil tanpa memperhatikan masyarakat sekitar, jika mereka tidak membayar pajak sudah seharusnya ditutup,” kata Sophia sebagaimana dikutip dari Tribunews.
Kata dia, PT HWR hanya menimbulkan kerusakan alam sekitar dan dampaknya itu mengarah kepada masyarakat.“Jangan biarkan mereka terus merusak lingkungan alam, karena aktivitas pertambangan yang ditimbulkan sangat buruk dan ini sangat meresahkan bagi warga,” tandas Sophia.
Tapi, semua ini seperti angin lalu bagi PT HWR. Bukannya menghentikan operasional, intensitas kerja mereka mengeruk sumber daya mineral bahkan lebih tinggi. Informasi yang diperoleh, mereka kerja siang dan malam. Mirisnya pengerukan itu sebagian besar diduga dilakukan di lahan milik warga.
Warga pemilik lahan sudah melayangkan protes dengan memasang tali sebagai pembatas supaya PT HWR tidak masuk di area yang bukan miliknya. Pemillik lahan bahkan ikut membangun pondok aatau daseng di lahan tersebut.
Awalnya ada kesepakatan tidak tertulis antara penjaga lahan warga dan tim pengamanan PT HWR untuk sama-sama tidak beraktivitas di lahan tersebut. Namun kesepakatan lisan itu juga kembali dilanggar. PT HWR kembali mengeruk material di atas lahan yang sesuai surat AJB milik Elisabeth Laluyan. HWR bahkan membabi buta dengan menghancurkan pondok atau waseng milik warga pada Rabu (7/5/2025). Tali-tali pembatas dipotong dan papan-papan pondok diangkat, sebagian dibakar.
Tindakan ini mengulang kembali apa yang sudah dilakukan PT HWR sebelumnya yang merusak tanaman dan sejumlaah fasilitas milik warga di lahan tersebut. “Mohon ini jadi atensi Polres Mitra dan Polda Sulut karena sudah merusak fasilitas yang kami bangun dan masih teruss menerus mencaplok dan mengeruk material di lahan milik Ibu Elisabeth Laluyan,” kata Deddy Rundengan, warga Ratatotok. (*/acl)