Pengadaan lahan untuk pembangunan kantor ini terindikasi kuat bermasalah.(ist)
Bitung, megamanado– Kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan Kantor Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Bitung kembali mencuat ke permukaan. Kasus yang beken dengan sebutan Kualatembaga ini diduga merugikan negara hingga miliaran rupiah.
Kasus Kualatembaga ini terjadi pada 2007 silam atau sekitar 17 tahun lalu. Karena itu, banyak dari generasi sekarang yang mungkin sudah tidak tahu duduk persoalan kasus ini. Namun yang jelas, uang negara yang ditilep dalam kasus tersebut berasal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP.
Berdasarkan data dirangkum per Sabtu (2/11/2024) hari ini, kasus tersebut bermula ketika KKP hendak membangun Kantor PSDKP di Bitung. Singkat cerita, Pemkot Bitung selaku penguasa wilayah berperan untuk memfasilitasi rencana pembangunan itu, termasuk mencarikan atau mengadakan lahan yang diperlukan.
Pemkot Bitung pada tahun itu masih dipimpin almarhum Hanny Sondakh dan almarhum Robert Lahindo selaku Walikota dan Wakil Walikota. Sementara, Max Jonas Lomban (MJL) kala itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah. Nah, MJL inilah yang kemudian ditunjuk menjadi ketua panitia pengadaan lahan untuk pembangunan Kantor PSDKP.
Setelah berproses, akhirnya disepakati lahan yang disiapkan adalah lahan seluas kurang lebih 3 hektare yang terletak di Kelurahan Aertembaga Dua, Kecamatan Aertembaga. Di lahan itulah sekarang berdiri Kantor PSDKP Bitung. Nah, entah panitia tahu atau tidak, belakangan terkuak lahan yang diadakan adalah lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Kualatembaga. Artinya, lahan dimaksud ternyata lahan milik negara.
Setelah proses di atas selesai, tahap selanjutnya adalah pembelian atau pembayaran lahan yang anggarannya dikucurkan dari KKP. Nah, di sinilah dugaan penyimpangan dalam kegiatan itu menjadi nyata. Selain yang hendak dibeli adalah lahan milik negara, ternyata penentuan harga atas lahan itu kabarnya melebihi dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) lahan dimaksud.
Bahkan bukan cuma itu, total anggaran yang dikucurkan KKP kabarnya tidak semua dibayarkan ke pihak yang dianggap sebagai pemilik lahan, dalam hal ini Reynold Makalew selaku Direktur PT Kualatembaga yang memegang HGU pemanfaatan lahan. Dari total sekitar Rp 6 miliar-Rp 7 miliar anggaran yang turun dari pusat, yang dibayarkan hanya sekitar Rp 3,6 miliar. Sisanya kemana? Dari informasi yang didapat dibagi-bagi ke semua pihak yang terlibat dan mengetahui proses pengadaan lahan itu.
Dugaan penyimpangan ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri beberapa tahun setelah kejadian. Dan Mabes Polri pun sudah merespons laporan itu dengan melakukan pemeriksaan ke pihak-pihak terkait. Pemeriksaan tidak dilakukan di Jakarta, melainkan di Polda Sulut dan Polres Bitung oleh tim yang dibentuk khusus.
Selama proses pemeriksaan sejumlah pejabat di Bitung dipanggil penyidik untuk memberikan keterangan. Tak cuma dari Pemkot Bitung, ada juga pejabat dari instansi lain yang turut dipanggil penyidik. Ada dari Badan Pertanahan Bitung dan ada juga dari DPRD Bitung. Para pejabat yang dipanggil antara lain, almarhum Hanny Sondakh, Max Jonas Lomban, Olga Makarauw dan Steven Tuwaidan.
Para pejabat di atas dipanggil berdasarkan kapasitas mereka saat pengadaan lahan dilaksanakan. Almarhum Hanny Sondakh sebagai Walikota, Max Jonas Lomban sebagai Sekretaris Daerah, Olga Makarauw sebagai Kepala Dinas Pendapatan Daerah, dan Steven Tuwaidan sebagai Camat Aertembaga. Khusus Max Jonas Lomban, yang bersangkutan ketika dipanggil penyidik sudah menjabat sebagai Wakil Walikota Bitung.
Sementara, pejabat instansi lain yang dipanggil adalah Kepala Badan Pertanahan Nasional Bitung yang menjabat saat pengadaan lahan terjadi. Namanya sudah tak ingat lagi, namun yang bersangkutan dipanggil karena perannya sebagai ketua tim penafsir harga lahan yang diadakan. Mantan anggota DPRD Bitung Boy Gumolung juga ikut diperiksa penyidik dalam kasus itu. Dia dimintai keterangan karena orangtuanya diketahui sebagai petani penggarap di lahan eks HGU PT Kualatembaga tersebut.
Terkait kasus ini, sebelumnya Pemuda Muhammadiyah Bitung sudah memberikan support ke aparat penegak hukum untuk dituntaskan. Arham Lakue selaku Sekretaris Pengurus Daerah Pemuda Muhammadiyah Bitung, meminta kepolisian dan kejaksaan tak hanya fokus pada kasus baru. Ia berharap kasus lama yang jadi tunggakan juga harus diusut tuntas.(bds)