Manado. megamanado-Polda Sulut melakukan peninjauan lokasi kepemilikan lahan di area Perkebunan Pasolo, Kecamatan Ratatotok, Senin (3/6/2024). Peninjauan lokasi yang digelar di tengah guyuran hujan itu semakin memperlihatkan kerancuan pembelian atau pembebasan lahan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Hakian Wellem Rumansa (HWR).
Diketahui PT HWR melalui Corry Giroth berani mengoperasikan alat berat di atas lahan yang dikenal masyarakat sebagai milik Elisabeth Laluyan. Corry berdalih sudah melakukan pembebasan lahan dari Edy Emor.
Pegangan Corry pada surat keterangan (SKT) yang diterbitkan Pemerintah Desa (Pemdes) Ratatotok Satu yang ditandatangani Plt hukumtua Nelce Tamunu. Di SKT itu disebut lahan seluas 2,5 hektar adalah milik Edy Emor.
Mirisnya saat peninjauan lokasi perwakilan Edy Emor dan pemerintah desa tak ikut dalam penunjukkan tapas batas. Dari sini sudah menimbulkan tanda tanya kemungkinan Edy Emor sendiri tidak tahu tapal batas atau lahan yang dimaksud. Penunjukkan tapas hanya dilakukan pengukur tanah desa.
Dari pihak PT HWR, penunjukkan tapal batas diwakili surveyor meski Corry Giroth hadir di lokasi. Sementara Elisabeth Laluyan hadir langsung. Elisabeth didampingi Roland Rey dan Garry Tamawiwy sang kuasa hukum.
Pihak Elisabeh Laluyan tahu benar luas lahan dan tapas batas, termasuk riwayat tanah. “Pohon-pohon apa yang pernah ada dan berbatasan dengan lahan siapa itu saya tahu persis. Sejak lama Ibu Eilsabeth memercayakan saya untuk menjaga lahan yang memang dibeli berdasarkan AJB dan dokumen penting lainnya,” kata Roland.
Di hadapan para penyidik Harda Polda Sulut, Elisabeth dan Roland menunjuk lahan kurang lebih 5,8 hektar. Roland bisa memerici tapal batas dan area yang sudah dimiliki Elisabeth. Di samping itu ada lahan Elisabeth lainnya, namun tidak masuk dalam sengketa kepemilikan dengan PT HWR dan Corry Giroth.
Menariknya PT HWR dan Corry Giroth juga menunjukkan lahan yang sama dengan pihak Elisabeth. Di sinilah kerancuan baru muncul. Jika acuannyapada SKT Edy Emor seluas 2,5 hektar, kenapa tiba-tiba lahan yang ditunjuk menjadi 5 hektar lebih.
Ada kesan PT HWR melakukan itu untuk membenarkan tindakan mereka yang sudah mengekslorasi lahan milik Elisabeth seluas 5 hektar lebih. “Kerancuan ini akan memudahkan penyidik Polda Sulut di gelar perkara nanti,” kata Jefry ‘Oding’ Rantung, salah satu tokoh masyarakat Ratatotok.
Oding sebelumnya menyampaikan keheranannya atas munculnya SKT atas nama Edy Emor di lahan milik Elisabeth Laluyan. Soalnya, satu bulan sebelum terbitnya SKT Edy Emor, Plt Hukumtua Ratatotok Satu menurut dia memanggil Elisabeth Laluyan selaku pemilik lahan. Pemanggilan tersebut terkait rencana pihak lain yang membeli atau membebaskan lahan yang dimaksud.
“Saya ingat persis itu tanggal 4 Agustus. Saya juga hadir langsung di Kantor Desa Ratatotok Satu. Saya menyimpan fotonya. Pemanggilan itu menandakan Pemerintah Desa Ratatotok Satu tahu kalau itu lahan milik Elisabet Laluyan,” Oding berkisah.
Namun Oding tak mengerti satu bulan setelah itu terbit SKT atas nama Edy Emor. “Kok tiba-tiba muncul surat keterangan atas nama Eddy Emor dari Kumtua Desa Ratatotok Satu. Kami dukung Polda Sulut untuk melakukan penelusuran soal ini,” ujarnya.
Oding menyayangkan sikap PT HWR melalui Corry Giroth yang memanfaatkan SKT Eddy Emor itu untuk menguasai lahan kepunyaan Elisabeth tersebut. Padahal jauh sebelumnya, Corry sepengetahuan Oding pernah menghubungi Elisabeth melalui telepon untuk membicarakan pembebasan lahan.
“Tapi tawaran itu tidak diterima Ibu Elisabeth karena harga yang ditawarkan terlalu murah. Jadi sebetulnya Ibu Corry juga tahu lahan itu milik Ibu Elisabeth. Saya kira rekaman pembicaraan itu bisa diminta di provider sebagai alat bukti,” katanya.
Pernyatan Oding dibenarkan Markus Korua. “Ayah saya dulu yang menjadi saksi saat pengukuran lahan tersebut. Makanya saya tahu lahan itu memang milik Ibu Elisabeth,” kata Markus Korua, tokoh masyarakat Ratatotok.
Pria yang sudah lima tahun menjabat kepala desa atau hukumtua Ratatotok Selatan itu berharap tak ada polemik soal kepemilikan lahan itu “Dokumennya ada,” ucapnya.
Pada bagian lain, Frans Karundeng yang disebut menjual bidang tanah ke Edy Emor mengaku ke penyidik bahwa yang tanah yang dijual bukan yang saat ini dikuasai HWR dan Corry Giroth. “Di BAP kedua, Pak Frans Karundeng kembali menegaskan jika lahan yang dijualnya ke Edy Emor itu ada di lokasi Padang Tua, bukan di Pasolo,” ujar Garry Tamawiwy,
Salah satu pengacara top Sulut ini menyebut klaim Eddy Emor dengan surat keterangan tak bisa menjadi pegangan. Ketika Polda Sulut menangani perkara perdata dan pidana antara Buang Senaen melawan Elisabeth Laluyan, Eddy Emor yang tampil sebagai saksi menarik berkasnya. Ia terancam terancam menjadi tersangka pemalsuan surat.
Berbeda dengan dua dokumen AJB yang dimiliki Elisabeth. AJB Nomor 24/AJB/RTTK/III/2010 antara Elisabeth dan Agustina Mamanua, tertanggal 4 Maret 2010 dengan luas tanah 54.085 M2 dan nomor 38/2014, tanggal 17 Juni 2014 dengan Linda laluyan dengan luas tanah 20.000 m2 sudah diujji secara keperdataan di depan hukum.
“Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tondano dalam sidang sengketa perdata dengan Buang Senaen tahun 2012 mengafirmasi keabsahan dokumen Elisabeth Laluyan,” kata Garry.
Penyidik Harda Polda Sulut, Sugeng Prayitno mengatakan pihaknya masih akan memanggil beberapa saksi yang diperlukan. “Kami masih ingin menggali informasi dari Pak Enock dan Direktur PT HWR,” ujarnya. (*/alc)