Ratatotok, megamanado-Sejumlah warga Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) angkat suara soal kepemilikan lahan di area Perkebunan Pasolo yang beberapa bulan terakhir dikeruk PT Hakian Wellem Rumansi (HWR) melalui Conny Giroth dengan alat berat jenis excavator Semuanya kompak menyebut lahan tersebut milik Elisabeth Laluyan atau Ci Gin.
“Ayah saya dulu yang menjadi saksi saat pengukuran lahan tersebut. Makanya saya tahu lahan itu memang milik Ibu Elisabeth,” kata Markus Korua, tokoh masyarakat Ratatotok saat dihubungi Selasa (22/5/2024).
Pria yang sudah lima tahun menjabat kepala desa atau hukumtua Ratatotok Selatan itu berharap tak ada polemik soal kepemilikan lahan itu “Dokumennya ada,” ucapnya.
Pernyataan Markus Korua itu dibenarkan Jefry ‘Oding’ Rantung. “Tak ada nama lain, hanya Ibu Elisabeth Laluyan yang punya lahan tersebut. Saya tahu sejarahnya,”ujarnya.
Oding sudah bersaksi di hadapan penyidik Polda Sulut soal kepemilikan lahan tersebut. Kepada penyidik Polda, pria berkaca mata ini menyampaikan kekagetannya karena tiba-tiba terbit surat keterangan atau SKT atas nama Eddy Emor di lahan milik Elisabeth.
Aras dasar SKT Eddy Emor itulah, PT HWR dan Conny Giroth melakukan pembebasan lahan. “Berdasarkan Surat Ukur Tanggal 6 Februari 1987, Surat Keterangan Jual Beli Nomor 46/SK/XII-92 tanggal 2 Desember 1992 dan Akta Jual Beli Nomor 24/AJB/RTTK/2010 tanggal 4 Maret 2010 itu tanah kepunyaan Ibu Elisabeth Laluyan,” Oding memaparkan.
Penjelasan Oding persis dengan penegasan yang pernah disampaikan Agus Abidin selaku Direktur PT HWR pada 2015 jika lahan tersebut belum pernah dibebaskan dan masih menjadi milik Elisabeth. “Kok tiba-tiba muncul surat keterangan atas nama Eddy Emor dari Kumtua Desa Ratatotok Satu. Kami dukung Polda Sulut untuk melakukan penelusuran soal ini,” ujarnya.
Oding menilai ada yang janggal dari penerbitan SKT atas nama Eddy Emor tersebut. “Satu bulan sebelum SKT itu diterbitkan, Plt Kumtua Desa Ratatotok Satu memanggil Ibu Elisabeth selaku pemilik lahan. Tapi setelah itu dia mengeluarkan surat keterangan jual beli antara Eddy Emor dengan PT HWR di atas lahan yang sama. Ini perlu ditelisik,” ucapnya.
Di sisi lain, Oding menyayangkan sikap atau tindakan PT HWR melalui Conny Giroth yang memanfaatkan SKT Eddy Emor itu untuk menguasai lahan kepunyaan Elisabeth tersebut. Padahal jauh sebelumnya, Conny sepengetahuan Oding pernah menghubungi Elisabeth melalui telepon untuk membicarakan pembebasan lahan.
“Tapi tawaran itu tidak diterima Ibu Elisabeth karena harga yang ditawarkan terlalu murah. Jadi sebetulnya Ibu Conny juga tahu lahan itu milik Ibu Elisabeth,” katanya.
Sementara Dedy, warga Ratatotok lainnya menyebut klaim Eddy Emor dengan surat keterangan tak bisa menjadi pegangan. Ketika Polda Sulut menangani perkara perdata dan pidana antara Buang Senaen melawan Elisabeth Laluyan, Eddy Emor yang tampil sebagai saksi menarik berkasnya. Ia terancam terancam menjadi tersangka pemalsuan surat.
Berbeda dengan dua dokumen AJB yang dimiliki Elisabeth. AJB Nomor 24/AJB/RTTK/III/2010 antara Elisabeth dan Agustina Mamanua, tertanggal 4 Maret 2010 dengan luas tanah 54.085 M2 dan nomor 38/2014, tanggal 17 Juni 2014 dengan Linda laluyan dengan luas tanah 20.000 m2 sudah diujji secara keperdataan di depan hukum.
Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tondano dalam sidang sengketa perdata dengan Buang Senaen tahun 2012 mengafirmasi keabsahan dokumen Elisabeth Laluyan. Apalagi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Minahasa Tenggara sudah melakukan plotting atau pemetaan atas tanah Elisabeth Lalutan itu. “Makanya terdapat batas tanah yang jelas,” kata Deddi.
Garry Tamawiwy selaku kuasa hukum Elisabeth Laluyan mengapresiasi langkah Polda Sulut dan Polres Mitra dalam penanganan perkara kepemilikan lahan di area Perkebunan Pasolo tersebut. “Penyidik Polda Sulut akan segera memanggil pihak-pihak terkait. Kita siap memberikan data yang diperlukan.Kita serahkan kasus ini aparat penegak hukum atau APH,” ujar Garry.(*/ben)