Manado, megamanado.com-Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBS) membuat surat terbuka untuk Menteri Tenaga Kerja (Menaker) RI Ida Fauziyah di Jakarta. Surat tersebut dibuat agar pemerintah lebih memerhatikan nasib buruh yang semakin termarjinalkan.
“Kehidupan buruh makin tak menentu. Di Hari Pekerjaan Layak yang jatuh 7 Oktober kami mengetuk pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja untuk lebih peduli terhadap buruh,” kata Koordinator Wilayah (Korwil) KSBSI Sulut Jack Andalangi kepada wartawan di Manado, Kamis (7/10/2021) pagi.
Alumnus Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado itu kemudian membagikan surat dan petisi yang sudah ditandatanganinya bersama sejumlah aktivis. Surat itu akan dikirim ke Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI.
Ada empat poin penting yang menjadi KSBSI Sulut. “Pertama kami mengharapkan dukungan Ibu Ida Fauziyah untuk ikut mendesak Presiden RI menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) yang menyatakan Bab IV tentang Klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja tidak berlaku lagi. Mengapa? Karena undang-undang ini secara jelas mendegradasi hak-hak buruh Indonesia,” papar Jack.
Hak-hak buruh yang terdegradasi karena pemberlakuan UU Cipta Karya antara lain soal pemberian pesangon. “UU Cipta Kerja menghapus setidaknya lima pasal mengenai pemberian pesangon. Imbasnya, pekerja terancam tidak menerima pesangon ketika mengundurkan diri, mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau meninggal dunia,” ia menguraikan.
Berikutnya soal batasan maksimun tiga tahun untuk karyawan kontrak hilang. “Cuti panjang pun dihilangkan. Justru jam lembur yang bertambah sehingga sangat memberatkan buruh,” ucapnya.
Lainnya mengenai tak berlakunya upah minimum kota/kabupaten atau UMK lagi. “UU Cipta Kerja ini juga mempermudah masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia. Serbuan tenaga asing bisa menyingkirkan tenaga kerja lokal,” kata Jack.
Poin kedua dari tuntutan Jack Andalan dan kawan-kawan adalah desakan untuk segera meratifkasi Konvensi ILO 190 tentang penghapusan kekerasan dan pelecehan di dunia ketiga dan negara sedang berkembang. “Pemerintah Indonesia secara tegas telah mendukung terciptanya konvensi ini. Namun seharusnya juga mempertegas komitmen pelaksanaannya di tingkat negara dengan meratifikasinya segera sebagai bukti dan konsistensi memerangi kasus-kasus pelecehan dan kekerasan di dunia kerja,” jelasnya.
Poin ketiga, KSBSI ingin dibentuk Badan Triparti atau Tripartit Plus. Tujuannya untuk perubahan iklim dan transisi yang adil. “Perubahan iklim semakin mengancam kelangsungan bumi, sementara komitmen global untuk menekan kenaikan temperatur pada ambang batas 1,5°C sampai 2030 belum menunjukkan progres yang berarti. Indonesia yang berada pada urutan penyumbang emisi terbesar ke-4 dunia (Carbon Brief, 2015) belum optimal menerapkan kebijakannya. Indonesia masuk dalam kategori tidak memadai,” katanya.
Poin terakhir adalah permintaan KSBSI kepada pemerintah untuk menghentikan pemberangusan serikat pekerja atau union busting di perusahaan multinasional.”Hentikan segala bentuk intimidasi kepada pekerja dan jangan buat peraturan yang hanya menguntungkan kalangan pengusaha,” ujar Jack (*/nji)