Manado, megamanado.com– Kalangan aktivis menyesalkan penangkapan Ari Tahiru (67) pada 18 Agustus 2021 lalu di Kawasan Citraland. Penangkapan dan penahanan kakek buta huruf tersebut menurut mereka sebagai bentuk keberpihakan aparat terhadap korporasi (Citraland).
“Penangkapan itu menambah potret buram keadilan hukum bagi kaum lemah. Bagaimana mungkin warga yang mempertahankan hak-hak asasinya, harus dikriminalisasi tanpa tindakan verifikasi laporan sebuah korporasi. Ari Tahiru tidak sama sekali mengganggu Citraland. Dia semata memperjuangkan akses ke tanah. Tempat dia menyambung hidup,” ujar Jefrey Soriton, aktivis Sulut ketika menghubungi wartawan, Jumat (17/9/2021) siang.
Jefrey Soriton dan kawan-kawan rupanya mengikuti proses penanganan laporan manajemen Citraland terhadap Ari Tahiru. Ia disangka merusak pagar tembok Citraland yang berdiri di atas tanahnya sendiri berdasarkan Nomor Register Desa, Surat Ukur dan Surat Keterangan Warisan. “Keberpihakan aparat terhadap korporasi dan mengabaikan jeritan rakyat kecil itu ada di depan mata,” kata Jefrey.
Ia mengatakan, dalam perspektif hukum, ada yang tidak ‘nyambung’ antara aksi Ari Tahiru di lokasi tanahnya, laporan Citraland dan tindakan kepolisian.
“Pangkal dokumen kepemilikan tanah itu adalah Register Desa dan Surat Ukur, Keterangan Tapal Batas dan Surat Warisan. Itu semua ada pada Ari Tahiru. Lantas yang memidanakan pemilik tanah adalah Citraland. Dan polisi begitu sigap menindaklanjuti laporan Citraland. Logika hukumnya tidak tidak nyambung pak (wartawan). Ini potret buram penegakan hukum,” ucap Jefrey.
Kalangan aktivis berharap penegakkan hukum benar-benar ditegakkan. Secara khusus mereka mengapresiasi langkah Inspektur Komandao Daerah Militer XIII/Merdeka Brigjen TNI Junior Tumilaar membela kaum lemah. “Semoga surat terbuka Brigjen TNI Junior Tumilaar itu mendapat perhatian dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo,” kata Michael, aktivis asal Manado.
Terpisah, keluarga Tahiru melalui pengacara James Bastian Tuwo SH tengah menyusun keberatan ke Paminal Mabes Polri. Pihaknya keberatan, karena polisi seolah memanfaatkan keterbatasan Ari Tahiru, untuk membawa paksa kakek yang tidak tahu baca tulis itu ke sel Polres Manado.
James menegaskan, penangkapan itu improsedural karena Ari Tahiru tidak sama sekali membaca dan mendengar isi surat penangkapan. Tiba-tiba Ari dibawa ke mobil yang terparkir jauh dan kemudian menghilang tanpa sepengetahuan keluarga besar Tahiru.
“Kami memastikan bahwa tindakan membawa paksa klien kami ini improsedural. Tidak memenuhi SOP kepolisian dan ada unsur kriminalisasi warga. Klien kami punya keterbatasan. Tidak bisa baca tulis. Pendengaran juga terganggu. Tindakannya memindahkan pembatas beton secara rapi karena itu akses ke pondoknya. Bahkan dia sadar bahwa tembok itu berdiri di atas tanahnya,” ungkap James, di Manado.
Karena indikasi itulah, James menegaskan akan segera membawa kasus ini ke Paminal Propam Mabes Polri.
“Kami tidak hanya memperjuangkan hak klien kami. Tapi sungguh mau menegakan profesionalitas kinerja aparat yang menangani sebuah perkara. Sangat keterlaluan membawa paksa warga yang belum tentu bersalah, dan itu terjadi di masa sulit, masa PPKM. Masa dimana rakyat sangat susah cari penghidupan. Dimana nurani kepolisian?,” tegas James.
Diketahui, empat polisi dari Unit 1 Polresta Manado menangkap Ari Tahiru pada 18 Agustus lalu. Diduga tanpa menunjukan Surat Penangkapan atau Surat Panggilan.
Ari ditangkap karena laporan manajemen Citraland Manado yang menuduhnya merusak tembok pembatas antara wilayah Citraland dan tanah Lintje Monintja kepada anak-anaknya Tahiru bersaudara (suami Lintje Monitja adalah Baco Tahiru). Padahal Ari menurut keluarga, hanya memindahkan secara rapi tiga batang beton agar dapat mengakses masuk kebunnya.
Itupun tembok pembatas itu berdiri di atas tanah warisan ibunda Ari Tahiru. Ia dan kakak-adiknya mendapat warisan tanah seluas 32.482 meter persegi. Dalam dokumen Register Tanah, Surat Ukur dan Surat Keterangan Saksi, tampak jelas bahwa Citraland justru menyerobot sebagian besar tanah milik orang tua Ari Tahiru. Tanah tercatat dalam Register Desa Pineleng Nomor 302/12/X11/82.
Dalam keterangannya kepada salah satu media online beberapa waktu lalu, Kasat Reskrim Polresta Manado Kompol Taufik Arifin mengatakan, proses hukum Ari Tahiru sudah melalui mekanisme penyelidikan dan penyidikan.
“Sudah sesuai mekanisme. Bahkan tersangka juga sudah menjalani pemeriksaan dokter,” ujar Arifin. (*/tim)