Jakarta, megamanado– Lembaga Pemantau Penyakit KKN Pejabat (LP2-KKNP masih melanjutkan aksinya di Jakarta. Usai menyambangi KPK, Komisi Kejaksaan (Komjak) dan Jaksa Agung Bidang Pengawasan (Jamwas), LP2-KKNP meneruskan laporannya di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Laporan soal dugaan adanya upaya kriminalisasi dan perampasan HAM terhadap Kepala Dinas Dinas Penamanan Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTSP) Kota Bitung, AGT alias Andri tersebut sampai di meja komisioner Komnas HAM, Selasa (30/3/2021). Komnas HAM langsung membalas dengan mengeluarkan nomor agenda 136 145.
“Di sini pengaduannya cepat dilayani. Nanti bisa cek langsung untuk konfirmasi,” kata Machbudi salah satu staf administrasi.
Saat membawakan laporannya, Ketua LP2-KKNP Stenly Sendouw diberi kesempatan berbincang dengan perwakilan Komnas HAM. “Saya sampaikan kalau AGT tak bisa lagi menjalankan tugasnya sebagai seorang abdi negara karena penanganan kasus yang tak sesuai prosedur dan aturan yang dilakukan Kejari Bitung. Ada perampasan HAM terhadap AGT,” ujar Stenly yang dibenarkan Wakil Ketua Petrix Chairul.
Menurut keduanya, penetapan AGT sebagai tersangka dalam kasus dugaan kasus korupsi di DPMPTSP Bitung merugikan birokrat rendah dan berprestasi itu. Bahkan tak hanya merugikan AGT pribadi, Bitung dan masyarakat di Kota Cakalang tersebut juga ikut dirugikan.
“Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atau Kemenpan-RB baru saja memberikan penghargaan untuk DPMPTSP Bitung dengan nilai sangat baik dalam hal indeks pelayanan publik. Jadi ketiadaan AGT dalam memimpin DPMPTSP karena sudah ditetapkan sebagai tersangka jelas kerugian besar bagi masyarakat Bitung,” kata Stenly.
Ia percaya Komnas HAM segera menindaklanjuti laporan LP2-KKNP. “Hak asasi manusia jangan-jangan diinjak-injak dengan dalil atau tujuan apa pun. LP2-KKNP hadir dengan laporan sebagai bentuk dukungan terhadap Komnas HAM dalam memperjuangkan hak asasi setiap individu di republik ini,” Stenly memaparkan.
Ia juga yakin Komjak, Jamwas dan KPK akan bertindakcepat dalam mendudukkan permasalahan yang sesungguhnya di DPMPTSP Bitung. “Semua data yang kami anggap perlu sudah kami masukkan,” ucapnya.
Stenly berpendapat Kejari Bitung sudah bertindak serampangan dan buru-buru dalam penetapan AGT sebagai tersangka.
“Penanganan hukum secara serampangan jelas tidak dibenarkan. Tak ada kerugian negara, APIP juga tidak difungsikan. Ini mengabaikan UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Negara,” ungkapnya.
Pernyataan Stenly tersebut dibenarkan ahli hukum pengadaan barang jasa dan keuangan dari Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, DR Rafly Pinasang. Menurut Rafly penetapan itu cacat secara hukum.
“Penetapan seseorang sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, pidana harus benar-benar mengetahui berapa kerugian negara yang ditimbulkan. Penyidik harus memiliki bukti yang otentik dan sah,” kata ahli hukum pengadaan barang dan jasa serta keuangan ini.
Maka itu Rafly setuju dengan langkah praperadilan yang ditempuh kuasa hukum AGT. “Itu langkah tepat,”katanya.
Sementara kuasa hukum AGT, Michael Yakobus yakin kliennya dapat memenangkan prapedilan. “Kejari Bitung telah melanggar prosedur dalam menetapkan AGT sebagai tersangka. Kami yakin menang,” ucap Michael.
Sementara Kajari Bitung, Frenkie Son menyebut langkah Kejari Bitung sudah sesuai dengan prosedur hukum.“Dokumen kami lengkap, ada surat penyidikan, penyelidikan, surat perintah penahan dan surat perintah penyitaan. Ada juga surat BAP tersangka sebagai saksi,” kata Frenkie. (*/nji)