Hillary Lasut: Bukan MA, Perubahan atas SK Mendagri adalah Kewenangan Mendagri Sendiri

Manado, MMC-Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut melalui Wakil Gubernur Steven Kandouw menyebut pasangan Elly Engelbert Lasut atau E2L dan Mochtar Parapaga tak bisa dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Talaud. Diketahui E2L-Parapaga merupakan pemenang Pilkada Talaud 2018. Steven beralasan E2L terganjal putusan Mahkamah Agung (MA).

Keputusan MA yang dimaksud adalah pembatalan SK Mendagri 2017 terkait periode jabatan Bupati E2L. Ya, MA sudah menerbitkan putusan nomor 584 K/TUN/2019, 6 Desember 2019 yang membatalkan SK Mendagri 131.71-3241 tahun 2017 tentang perubahan atas Keputusan Mendagri No. 131.71-3200 tahun 2014 tentang Pemberhentian Bupati Kepulauan Talaud.

Read More

Penegasan Wagub Sulut itu memantik reaksi dari berbagai kalangan, tak terkecuali dari personil Komisi III DPR RI Hillary Brigitta Lasut atau HBL. Dalam postinganya di facebook, puteri tercinta E2L itu menyebut putusan TUN MA adalah memerintahkan Kemendagri untuk mengubah dan/atau membatalkan SK Mendagri tentang waktu pemberhentian E2L sebagai kepala daerah.

Tapi, kewenangan mengubah menurut anggota Fraksi Nasdem itu tetap pada Kemendagri. “Bagaimana jika Kemendagri tidak merespons, karena SK dianggap sudah benar?” tulis HBL

Anggota DPR RI termuda ini menguraikan perubahan
atas SK Mendagri menjadi kewenangan Mendagri. “Termasuk  jika hanya mengubah nomor surat keluar atau menambahkan dasar-dasar hukum. Namun isinya tetap sama, itu sudah termasuk kategori mengubah SK Mendagri,” HBL memaparkan.

Mengacu pada asas Contrarious Actus, lanjut dia, pembatalan dan/atau perubahan produk SK adalah kewenangan institusi yang mengeluarkan produk hukum tersebut. Kandidat doktor hukum di salah universitas ternama di Amerika Serikat itu mencontohkan putusan kepala sekolah tentang ijazah, tidak dapat diubah oleh polisi atau pengadilan karena ini menjadi kewenangan sekolah.

Selanjutnya, jika dalam waktu 60 hari Kemendagri tidak melaksanakan  keputusan MA, maka keputusan MA dianggap tidak pernah ada. Dalam keadaan demikian, Kemendagri menurut dia harus membayarkan uang sejumlah Rp 2 jt sebagai ganti tidak dilaksanakannya keputusan MA tersebut.

Dalam pandangannya, keputusan TUN MA Tidak berlaku surut. Peradilan pilkada di Talaud juga memiliki mekanisme sendiri. “Jika ada keberatan mengenai SK Mendagri, maka gugatan harus di mulai lewat Bawaslu provinsi melalui sidang ajudikasi. Selanjutnya banding dan inkrah di PT TUN Makassar. Jika mekanisme ini tidak dilalui, maka produk KPU dianggap inkrah,” tulisan HBL lebih lanjut.

Sementara kalau keputusan MA jika dilaksanakan oleh Kemendagri dan mengubah pemberhentian E2L menjadi 2014, HBL berpendapat hanya akan berlaku jika E2L akan mencalonkan diri sebagai bupati atau wali kota pada periode Pilkada 2020.“Dan tidak berlaku pada Pilkada 2018, karena putusan MK dan KPU sudah inkrah. Sehingga tidak memengaruhi pelantikan E2L sebagai bupati,” dia menguraikan.

Menilik ke belakang, kasus ‘putusan MA kontroversial’ seperti ini, terjadi di banyak pilkada. Antara lain seperti Pilwako Depok, Pilgub Kalsel dan Lampung. “Namun, semua tetap di lantik oleh Kemendagri,” HBL menegaskan.

Dengan berbagai pertimbangan itu, HBL berkesimpulan jika
keputusan TUN MA tidak berkaitan dengan keputusan hasil pilkada yang dikeluarkan oleh KPU dan MK.

“Kesimpulan, ada tidaknya keputusan MA tidak berpengaruh pada legalitas hasil pilkada di Talaud. Dan pasangan bupati dan wabup terpilih, harus segera dilantik,” demikan cuitan terakhir politisi yang pernah menjuarai lomba pidato Bahasa Inggris dan debat antarmahasiswa itu. (mmc)

    

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *