MANADO– Sejumlah aktivitas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sulut menyorot kinerja pimpinan Bank Mandiri Manado yang melakukan pendebetan pesangon mantan karyawannya, Tinne Lalujan. Pendebitan atau pemindahan buku itu dilakukan sendiri tanpa persetujuan Tinne.
Yuni Koagouw dari Pelopor Angkutan Muda Indonesia Perjuangan (PAMI-P) dan Ketua Umum Forum Pemuda Peduli Manado (FPPM) Steven Pandeiroth menilai langkah tersebut keliru. “Kami sudah mencoba menanyakan ini ke pimpinan Bank Mandiri pusat, namun tak mendapat jawaban yang memuaskan,” ucap Yuni kepada sejumlah wartawan di Manado, Minggu (28/5/2017).
Aktivis vokal ini mengaku sudah menghadap Kepala Humas Mandiri Area Manado, Ishak K. Ketika itu ia bersama pemegang surat kuasa dari Tinne untuk mengurus pesangon dan mengambil sertifikat di Bank Mandiri yakni Alexander Mellese dan Greeiny Sambur.
“Pak Ishak langsung angkat tangan soal ini dan tak mau memberikan komentar. Ia mengatakan kalau itu wewenang pimpinan,” ungkap Yuni.
Yuni dan kawan-kawan lalu menemui Wakil Kepala Area Bank Mandiri Manado Slamet Rahardjo. “Saya tanyakan aturan soal apakah diperbolehkan bank mendebet tabungan nasabah? Pak Slamet tak bisa menjawab. Ia mengaku akan mempelajari soal ini terlebih dahulu,” ucapnya.
Beberapa hari setelah itu, Yuni mencoba menghubungi Bank Mandiri, namun tak ada jawaban. “Bank Mandiri mau belajar kronologis soal kasus ini dulu. Itu yang disampaikan Pak Slamet ke Alexander Mellese. Ada kesan Bank Mandiri mengulur-ulur waktu saja,” ungkapnya.
Pernyataan Yuni tersebut dibenarkan oleh Steven Pandeiroth. “Seperti susah sekali untuk menemui Kepala Area, Pak Tomy. Ini yang membuat kami kecewa,” ungkapnya.
Sebagai bank terbesar di Indonesia dan salah satu BUMN terbaik, seharusnya Bank Mandiri menurut Steven memberikan layanan memuaskan kepada publik. “Saya dan kawan-kawan memang sempat berdiskusi kecil dengan Pak Slamet. Tapi, ketika itu Pak Slamet menuturkan masih menunggu rincian kronologis dari unit yang menangani kasus tersebut,” ungkap Steven.
Ditemui terpisah, Alexander Mellese selaku pihak penerima kuasa dari Tinne Lalujan juga mengaku sudah beberapa kali menyambangi kantor Bank Mandiri pusat di Jalan Dotulolong Lasut. “Pertama kali ketemu memang Pak Slamet tak mau memberikan statement,” ujarnya.
Setelah diskusi kedua, Slamet menurut CEO Indobrita dan Majalah Pesona Pasifik ini baru menjelaskan tiga hal. Pertama, ia mengakui kalau dana reksadana itu. Kedua, Slamet menyebut Tinne belum melunasi UPP sehingga Bank Mandiri masih menahan sertifikat miliknya dan ketiga pendebetan itu sesuai dengan surat kuasa yang diberikan ke Bank Mandiri.“Pak Slamet menyampaikan kalau Ibu Tinne ada masalah yang membuatnya berurusan hukum dan harus melunasi kewajibannya,” kata Alex.
Dari situlah sesuai keterangan Slamet, Tinne memberikan surat kuasa untuk melakukan pemindahan buku. “Kata Pak Slamet surat kuasa itu cukup meringankan Ibu Tinne saat di pengadilan lalu,” ujar mantan Sekjen Alumni Unsrat Jabodetabek ini.
Atas penjelasan itu, Alex pun meminta bukti surat kuasa yang diberikan Tinne untuk Bank Mandiri. “Tapi surat yang dimaksud belum diberikan. Kami juga menunggu rincian lain, termasuk soal UPP dari pusat. Kita ingin ada solusi bersama,” kata Ketua Komunitas Pers Manado ini.
Masalah ini menurut Greiny Sambur, juga salah satu penerima kuasa dari Tinne Lalujan cukup menyita perhatian publik. Jurnalis enerjik ini mengatakan sudah berkonsultasi ke beberaa pihak.
“Bersama aktivis LSM, kami akan mengadukan masalah ke DPRD Manado supaya dilakukan hearing. Masalah ini sudah kami sampaikan secara lisan ke salah satu anggota DPR,” ujar Greiny. (ado)