MANADO– Radikalisme atas nama agama menjadi kekhawatiran tersendiri banyak kalangan, tak terkecuali bagi pimpinan KNPI Sulut. Menangkal bahaya radikalisme ini, Ketua KNPI Sulut Jackson Kumaat mengajak segenap elemen pemuda di daerah ini untuk menjadi pembawa damai. “Pemuda harus jadi garda terdepan menangkal radikalisme,” kata Jacko, sapaan akrab Jackson Kumaat saat dihubungi, Jumat (1/7/2016) pagi.
Salah satu tokoh populis di daerah Nyiur Melambai ini mengemukakan KNPI Sulut sudah menggelar dialog kepemudaan untuk menyatukan persepsi dan visi sebagai agen pembawa damai. Dialog bertajuk ”Peran Pemuda dalam Menangkal Bahaya Radikalisme Atas Nama Agama itu digelar Sabtu (25/6/2016) lalu bertempat di sekretariat DPD I KNPI Sulut. “Tiga narasumber adalah Zulham Hiola (Sekretaris Umum MA Sulut), Iswadi Amali (Sekretaris DPD KNPI Sulut) dan Heard Runtuwene (Komisi Remaja Sinode GMIM),” ucap Jacko.
Dalam dialog yang dipandu Alwan Rikun selaku Ketua GEMA Sulut tersebut, Heard Runtuwene pada materinya menyampaikan tentang pentingnya peran pemuda sebagai pembawa pesan damai, Sehingga radikalisme yang berlatar agama bisa ditangkal untuk tak terjadi di Sulut.
Menurut Heard radikalisme adalah paham atau aliran yang radikal dalam politik juga menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis serta adalah sikap ekstrem dalam aliran politik.
Heard menjabarkan Radikalisme berasal dari bahasa Latin radix yang berarti “akar” adalah istilah yang digunakan pada akhir abad ke-18 untuk pendukung Gerakan Radikal.“Dalam sejarah, gerakan yang dimulai di Britania Raya ini meminta reformasi sistem pemilihan secara radikal.Gerakan ini awalnya menyatakan dirinya sebagai partai kiri jauh yang menentang partai kanan jauh. Begitu “radikalisme” historis mulai terserap dalam perkembangan liberalisme politik, pada abad ke-19 makna istilah radikal di Britania Raya dan Eropa daratan berubah menjadi ideologi liberal yang progresif”.papar heard.
Sementara Zulham dalam pemaparannya menjelaskan radikalisme berawal dari adanya pemahaman sempit terhadap nilai-nilai yang diajarkan suatu agama. Menurutnya benih-benih lahirnya radikalisme juga berasal dari lembaga pendidikan yang tidak secara spesifik melakukan patron dalam melakukan filterisasi literatur bacaan bagi para anak didik, untuk itu perlunya selektifitas dari pemerintah.
Sekretaris DPD KNPI Sulut, Iswadi Amali mememparkan pentingnya peran strategis pemuda sebagai agen of change dalam mendorong perubahan sosial dimasyarakat, tanpa melepaskan tanggungjawabnya untuk melakukan fungsi kontrol.
“Saat ini di era “digitalisasi” perjuangan pemuda melawan radikalisme adalah dengan berperan salah satunya dengan pesan damai dan menjadi pembawa damai itu sendiri.Pendidikan yang tepat serta komunikasi dan informasi positif dapat menjadikan pemuda berperan dalam ‘agent of peace’.Pembawa damai ini dapat dijadikan “virus” kepada masyarakat, untuk dijangkiti kepada seluruh rakyat khususnya kalangan pemuda” pungkas Amali. (don)