MANADO-Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bisa menjadi ancaman bagi tenaga kerja Indonesia, termasuk Sulut. Minimnya keterampilan dan ketidakmampuan berbahasa Inggris dengan baik adalah dua faktor yang bisa membuat tenaga kerja Sulut terpinggirkan.
“Pemerintah tak membekali tenaga kerja kita dengan baik. Berbeda dengan Negara ASEAN lainnya yang rajin mengirimkan tenaga kerja mereka untuk mengikuti training atau pembekalan di berbagai kesempatan. Saya berharap sisa waktu yang singkat ini, pemerintah di tingkat kabupaten dan kota melakukan pelatihan bagi tenaga kerja, khususnya untuk tujuh profesi yang dibutuhkan,” kata Emmanuel Tular, pengamat ekonomi Sulut.
Pemberlakuan MEA akan dilakukan secara bertahap. Sesuai rencana, di tahun 2015 inii akan dibuka tujuh profesi lapangan pekerjaan seperti arsitek, dokter umum, dokter gigi, perawat dan distributor. “Profesi-profesi ini dipersiapkan agar bisa masuk ke berbagai negara di Asean, begitu pula sebaliknya dari negara luar bisa masuk ke Indonesia dan tidak menutup kemungkinan di Sulut sendiri,” ujar mantan Ketua DPP PMKRI ini.
Sementara Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Freddy Tulung berharap tenaga kerja lokal harus memiliki sertifikat standar kompetensi.
“Standar kompetensi merupakan salah satu unsur penting menjelang pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 sebab dengan demikian kualitas tenaga kerja domestik maupun asing dapat berdaya saing. Semoga ini menjadi perhatian tenaga kerja Indonesia, khususnya Sulut,” kata Freddy saat dihubungi kemarin.
Dengan standar kompetensi yang dimiliki, pekerja Indonesia menurut dia dapat diterima di Singapura, Malaysia, Thailand dan negara lainnya yang tergabung dalam ASEAN. “Kalau tidak memiliki kualitas tersebut, maka tenaga kerja kita sulit bersaing,” ucapnya.(kam)