MANADO– Agenda DPRD Manado super padat di bulan Oktober. Pekan pertama di bulan kesepuluh itu misalnya ke-40 wakil rakyat harus tancap gas menyelesaikan sejumlah agenda seperti hearing dengan mitra terkait, mengkonsultasikan dan menyampaikan hasil APBD-P 2015 yang sudah disahkan melalui rapat paripurna ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut. “Kami menyampaikan kalau penganggaran di APBD-P 2015 benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan rakyat Manado,” ungkap Ketua DRD Manado Noortje Van Bone.
APBD-P diterima Pemprov tak berarti kinerja wakil rakyat selesai. Ritme kerja Richard Sualang dan kawan-kawan tetap terjaga. Intensitas mereka di mata Sekretaris Forum Pemantau Parlemen (FPP), Jack Sumarauw bahkan lebih meningkat. Selain menerima aspirasi masyarakat, para legisator juga berbagi ilmu dengan DPRD Demak mengenai soal pajak retribusi, berbagai pengalaman dengan DPRD Subang menyangkut mekanisme penyusunan RAPBD dan berbagai tips tentang upaya peningkatan kesejahteraa n masyarakat dengan DPRD Langkat.
“Pekan kedua sampai keempat Oktober, wakil rakyat lebih banyak turun lapangan melihat realisasi proyek 2015 dan menindaklanjuti keluhan warga tentang berbagai hal. Terkadang mereka kerja sampai malam,,” ujar Jack.
Memang di bulan Oktober, ada sejumlah aspirasi yang disampaikan perwakilan warga Manado ke Dewan Kota. Contohnya meningkatnya tempat pijat dan spa di mana sebagian dicurigai belum memiliki izin, produksi minuman keras yang melebihi batas yang ditentukan, kebutuhan air bersih saat musim kemarau, ulah PLN yang sering mematikan lampu secara sepihak dan lain-lain. “Semua itu ditindaklanjuti Dewan Manado dengan memanggil instansi terkait dan turun langsung ke lokasi. Ini layak diapresiasi karena menandakan wakil rakyat mau berempati pada penderitaan masyarakat yang diwakilinya,” ungkap Jack.
Di luar itu, beberapa musibah yang terjadi seperti kebakaran di lorong Happy Calaca yang menghanguskan puluhan rumah, ruko dan kios, tragedi Inul Vizta Karoke yang merenggung nyawa 12 pengunjungnya membuat para legislator bergerak cepat. Selain turun ke lokasi, mereka berkoordinasi dengan Pemkot untuk segera membantu korban.
“Kebakaran itu seperti jailangkung yang tak pernah disangka dan diperkirakan. Saya kira sudah saatnya kita menambah armada pemadaman kebakaran dan menyediakan lebih banyak hdyran,” ungkap Ketua Komisi D Ddewan Manado Apriano Saerang.
Legislator dari daerah pemilihan Sario dan Malalayang ini juga berharap Pemkot lebih selektif dalam mengeluarkan izin untuk bangunan komersil. “Izin yang diberikan harus memenuhi standar, termasuk memperhatikan keselamatan pengunjungnya dengan menyediakan peralatan yang diperlukan saat hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Standar keamana gedung dan keselamatan pegunjung menjadi suatu keharusan,” ujar Apriano.
Personil Dewan Manado lainnya, Fanny Mantali menghimbau semua pengusaha untuk mengikuti semua aturan yang ditetapkan. “Kalau hanya izin tinggal, jangan dipakai untuk usaha karena itu sudah menyalahi aturan,” ungkap Fanny.
Dia meminta manajemen di tempat hibura atau usaha lainnya agar tak hanya melatih karyawan melayani tamu, tapi bagaimana memberika petunjuk atau menyelamatkan langsung pengunjung saat terjadi musibah yang tak dikehendaki. “Selama ini karyawan hanya dilatih membawa minuman dan makanan, menanyakan apa yang dipesan tamu, tapi mereka tidak dilatih menghadapi hal-hal yang krusial. Tragedi Inul Vizta kiranya menyadarkan semua pengusaha untuk ikut memikirkan itu,” ujar Fanny. (Lexi M/Liputan Khusus)